Kasus Kejahatan
Cybercrime
Dewasa ini banyak
sekali tindak kejahatan yang ada di dunia internet, di Indonesia misalnya
banyak cara untuk melakukan berbagai cara agar dapat mewujudkan apa yang
diinginkan yang akibatnya dapat merugikan orang lain. Berikut salah satu contoh
kejahatan cybercrime :
Seiring
kemajuan teknologi, kejahatan pun juga semakin canggih. Saat ini marak perampokan pulsa dan
membuat resah masyarakat. Modus
yang digunakan pelakunya beragam. Mulai dengan mengirim SMS melalui nomor biasa
atau pun melalui jasa pelayanan SMS premium atau konten. "Kemungkinan besar
cara menyedot pulsa seperti itu, pelaku bekerja sama dengan counter ponsel.
Selama penelusuran kami, setelah mereka menipu, pulsa yang didapat dijual
kembali ke penjual pulsa,"
kata Kasubdit Cyber Crime Polda Metro Jaya, AKBP Hermawan, di Mapolda Metro Jaya.
Pelaku
yang menggunakan nomor GSM atau CDMA, biasanya mengirimkan pesan secara acak,
dengan berisi pesan biasanya bertuliskan pengumuman pemenang dapat hadiah
tertentu. "Tetapi,
untuk dapat hadiah itu dia harus klik misalnya *123 dan seterusnya. Kalau dia
klik itu, korban pasti kaget pulsanya tiba-tiba berkurang banyak," terang
Hermawan. Biasanya
pelaku mengarahkan korbannya untuk supaya mengklik kode angka, padahal kode
tersebut berasal dari masing-masing operator untuk mentransfer pulsa ke nomor
pelaku dengan nilai nominal pulsa yang juga sudah dimasukkan ke dalam kode itu.
Pencurian
pulsa oleh para Content Provider (CP) saat ini menjadi tema yang sedang
banyak dibahas. Hal ini terkait dengan berbagai kasus pengaduan masyarakat
kepada lembaga pemerduli konsumen dan lembaga pemerintah yang membawahi bidang
telekomunikasi. Istilah lainnya: "Maling Pulsa" atau meminjam istilah
lain "Tuyul Digital".
Sebelum
terlalu jauh membahas, kita bertanya dulu: Apa itu pulsa? Apakah pulsa itu
produk atau jasa? Pulsa secara kasat mata tidak dapat dilihat, karena bukan
produk kasat mata, atau istilah pemasarannya produk intangible. Pulsa lebih tepat digolongkan sebagai
jasa. Jika didefinisikan, maka pulsa berarti "Nilai tukar yang dimiliki
oleh konsumen untuk dapat menggunakan jasa telekomunikasi, seperti jasa
telepon, SMS, maupun data." Nilai tukar awalnya berbentuk uang lalu dibelikan
voucher dan terwujudlah Pulsa dalam nominal setara dengan uang.
Pulsa
berlaku pada layanan prabayar. Untuk pascabayar namanya bukan lagi pulsa,
tetapi pembayaran atas tarif telekomunikasi yang digunakan. Karena pulsa
umumnya berlaku untuk pra-bayar, maka mayoritas korban dari pencurian pulsa
adalah konsumen prabayar. Untuk konsumen pascabayar jarang ditemukan pulsanya
disedot. Mungkin ada dalam bentuk lain, tetapi yang marak terjadi adalah pada
konsumen prabayar. karena
pulsa itu sifatnya abstrak, maka keberadaannya sudah terkonversi menjadi wujud
ide. Di sinilah masalah terjadi. Ketika suatu keberadaan telah menjadi abstrak
maka kemungkinan kejahatan akan semakin besar. Dan umumnya kejahatannya tidak
dapat dilihat tetapi dampaknya nyata. Contoh kejahatan yang setara dengan ini
dapat dijumpai pada nilai uang yang diabstrakkan dalam bentuk lain, misalnya
saham, produk derivatif, software komputer, dan lainnya. Saham dan produk
derivatif awalnya produk tetapi sifatnya abstrak sehingga permainan tidak lagi
melibatkan fisik melainkan kejahatan otak. Siapa yang paling pintar maka akan
mendominasi lawan.
Pulsa
sebagai produk yang telah menjelma sebagai nilai kapital abstrak menjadi
rebutan. Bayangkan saja, berarti di alam abstrak sana, di angkasa sana, ada
trilyunan rupiah melayang-layang. Jumlah pengguna aktif di Indonesia untuk
produk telekomunikasi adalah 240 juta pengguna. Penetrasi pasarnya sudah 100%
lebih terhadap jumlah penduduk Indonesia. Jika 1 pengguna memiliki pulsa di
handphonenya dalam 1 bulan rata-rata sebesar 50 ribu, maka di angkasa sana ada
uang yang melayang-layang sejumlah 12 trilyun. Angka yang sangat fantastis.
Maka berlomba-lombalah orang untuk mendapatkan uang abstrak itu. Muncullah
penjahat-penjahat yang mengatasnamakan Content
Provider. Penjahat tipe ini adalah bukan penjahat bodoh, karena harus
melek teknologi. Operasinya senyap tetapi pasti. Lalu gegerlah kasus pencurian
pulsa dari akibat operasi senyap itu.
Pencuri
pulsa jika dalam dunia komputer sama dengan virus. Ia siap menyerang
penggunanya kapan saja ketika ada media yang memungkinnya untuk beraksi. Ketika
ada kesempatan masuk, maka virus itu akan menjangkiti korban. Virus komputer
dan pencuri pulsa lewat SMS operasinya sama namun berbeda modusnya.
Untuk
mengatasi kasus pencurian pulsa ini tidak bisa didekati dengan serampangan gaya
preman. Harus dengan cara pintar juga. Diperlukan aturan yang definitif dan
bersifat imperatif dari para pemegang kebijakan. BRTI harus membuat aturan yang
cerdas untuk membatasi gerak penjahat senyap tersebut. Operator sebagai induk
atau inang dari CP harus memberikan rambu-rambu yang pasti dalam perjanjian
kerjasamanya. Jangan sampai ada celah untuk dimanfaatkan. Karena, sekali lagi,
kejahatan pencurian pulsa ini adalah kejahatan yang butuh kecerdasan ekstra.
Selain
peraturan, konsumen pun harus cerdas. Penjahat yang cerdas sementara konsumen
sembrono maka akan menjadi korban empuk. Jangan tergiur oleh berbagai macam
tawaran melalui SMS-SMS yang gencar dikirim oleh para CP. Tidak asal klik
layanan otomatis seperti fasilitas pop
screen atau sejenisnya. Jika
anak-anak memiliki handphone berikan penjelasan pada mereka untuk tidak asal
tekan, apalagi menjawab pesan-pesan dari iklan yang mencurigakan.
0 komentar:
Posting Komentar